Sabtu, 23 Oktober 2010

Keliru

Diambilnya sebuah pisau,
ia tancapkan tepat di dadanya
merobek perlahan membiarkan darah membanjiri tubuhnya
Ditunjukannya tempat seharusnya ada hati yang utuh,
tapi bukan itu
yang aku lihat hanya pecahannya pula berwarna hitam
Jantungnya pun seoalah enggan berdetak,
ingin cepat beristirahat

Aku tak tahu harus apa,
karena aku memang tak ingin tahu tentangnya
Tak ada urusan mengobati atau sekedar berbelas kasih
Membiarkannya hancur perlahan,
kemudian puas tertawa

Tapi tunggu,
ketika berkaca tanganku merah dan mukaku pucat pasi-seperti hendak mati
Lalu dibelakangku ada yang tertawa renyah sekali...

Aku bukan aku,
dan kau bukan kau,
ternyata begitu
semuanya seperti itu, bukan seperti seharusnya...

Selasa, 19 Oktober 2010

Terbalik

Katanya akan baik-baik saja, tapi nyatanya tak baik-baik saja.
Katanya aku akan mengerti, tapi nyatanya dia sama sekali tak mengerti.
Katanya aku yang harus melepas, nyatanya dia yang kesusahan.
Katanya aku tak pantas dicintai, nyatanya dia yang tak pantas kucintai.
Katanya tak berniat menyakiti, nyatanya melebihi.
Katanya aku salah, nyatanya aku tak bersalah.
Katanya berakhir, nyatanya dibawa mati.

Juni

Juni itu,
mengawal tawaku,
memulai bahagiaku,
meretas harapku.

Juni itu,
mengawal tangisku,
memulai dukaku,
meretas kelamku.

Juni itu,
dimana aku membuka hidupku dengan lembar-lembar senyum dan lembar-lembar sedih.

Juni itu,
dimana aku menyimpan rasa percayaku padanya,
memberi yang terbaik untuknya.

Juni itu,
sakral,
penuh makna,
banyak rasa.

Juni itu,
awal dari akhir ku...

Menghitam

Ketika dia merah, aku merah
Ketika dia hitam, aku tetap merah

Dia duduk disana ketika aku datang,
tapi aku malas sungguh...

Lalu kucoba meniti lagi tapi ia tetap menghitam tak melebur
Aku beri sedikit air berharap luntur,
tapi hanya ada bercak darah

Andai saja aku tak punya hati sama sekali
Dia bisa apa?
Dia akan apa?

Sebelas

selamat kali kesebelas tuan...


hanya ingin tuan tau
jika waktunya helai rambutku memutih
kagumku tetap padamu
dan aku mengirim energi positif untukmu
agar tuan bangga mengenal aku...

Keroyokan

Seperti katamu aku tak menyentuh sehelaipun daripada pasukanmu. Ikuti permainan dimusuhi sebatalyon.
Tapi aku tak mau menoleh ketika melangkahkan kaki ke surga dan kau berteriak dari pagar neraka mengais meminta satu dari sejuta maafku.
Mintalah saja pada anak buahmu yang menang dalam permainan dahulu.

Tuan Dua Bela Agustus

Hai Tuan Baik Hati,
sudah lama tak kupinjam namamu

Tapi,
bukan berarti jasamu terhapus sepoi angin sore

Ini kamis sebulan lebih sehari,
ini agustus kali kedua,
ini tahun saat pertama,
terasa sangat beda yah,
Tuan?

Tapi tabunganku masih ada 4tahun kurang,
tak apalah,
akan kutambah saja-aku mau menambahnya

Sebisaku,
akan terus kusebar tawa dan perhatianku ini
mudah-mudahan saja cukup menyelimutimu,
sebelum kau pergi menemui Tuhan-Mu

Abu yang Malang

Jangan salahkan kayu jika menjadi abu,
bawa api pada pertanyaanmu
Bahwa yang menyala itu yang menyulut,
hangat namun menghancurkan

Apakah kau tahu?
Yang jadi abu itu kelu,
tak bisa menengadah
mengambil dan menerima haknya
menatap dan menggapai angannya
Terdengar bisikan lirih,
menyayat dan melengking
ia kesakitan...

Akan jadi apa setelah abu?
Akan ada dimana setelah itu?
Apa masih ada asa untuk abu?

Teruntuk yang malang,
abu tersayang...

Keliru

Diambilnya sebuah pisau,
ia tancapkan tepat di dadanya
merobek perlahan membiarkan darah membanjiri tubuhnya
Ditunjukannya tempat seharusnya ada hati yang utuh,
tapi bukan itu
yang aku lihat hanya pecahannya pula berwarna hitam
Jantungnya pun seoalah enggan berdetak,
ingin cepat beristirahat

Aku tak tahu harus apa,
karena aku memang tak ingin tahu tentangnya
Tak ada urusan mengobati atau sekedar berbelas kasih
Membiarkannya hancur perlahan,
kemudian puas tertawa

Tapi tunggu,
ketika berkaca tanganku merah dan mukaku pucat pasi-seperti hendak mati
Lalu dibelakangku ada yang tertawa renyah sekali...

Aku bukan aku,
dan kau bukan kau,
ternyata begitu
semuanya seperti itu, bukan seperti seharusnya...

Tiga Enam Belas

Tiga ke enam belas...

Masih ada kehidupan sesudahnya
tak perlu khawatir,
Masih ada terang setelah gelap
tak usah resah,
Masih ada bahagia sesudah derita
percayalah...

Tiga ke enam belas-cukup sampai enam belas

Beruntungnya pernah menjalani satu sampai enam belas

Sempurna

Gambaran sempurna tentang masa depan,
menanam benih rasa suka agar dapat menuai buah bahagia
berlari kecil ditaman,
berdampingan dan bergandengan tangan

Aku, kamu, kita...
membasmi semua cicak-cicak dan pasukan kecoa,
tertawa dan menangis...

Menikmati senja dibawah eiffel,
berpandangan dalam haru
merasakan aliran darah tiada henti
juga hembusan kehidupan bersama

Menyiapkan hunian asri
mungil, berhias deburan ombak
lima sampai tujuh tahun lagi,
berharap terealisasi

Itu baru gambaran,
gambaran yang aku pikir sempurna
harapan kita
pencapaian kita...


Bandung, 030609